Lets enjoy :)

Lets enjoy :)

Tuesday, February 4, 2014

Sinopsis Seribu Kunang-Kunang di Manhattan

Judul buku                  : Seribu Kunang-Kunang di Manhattan
Pengarang                   : Umar Kayam
Tahun Terbit                : Cetakan pertama, tahun 1972
Tebal Halaman            : 64 halaman
Penerbit                      : Pustaka Jaya

 Berikut ini adalah sinopsis dari masing-masing cerita pendek :
*Seribu Kunang-Kunang di Manhattan*
Diceritakan ada sebuah sepasang orang yang bernama Jane dan Marno. Mereka sedang duduk bermalas-malasan di sofa. Marno dengan segelas scotch dan Jane dengan segelas martini. Mereka sama-sama sedang memandang di luar jendela. Mereka berdebat tentang warna bulan. Jane menganggap bulan itu berwarna ungu. Namun, tidak dengan Marno. Tidak putus asa, Jane tetap bersikeras untuk meyakinkan Marno. Marno berdiri, ke dapur untuk mengambil air serta es ke dalam  gelasnya. Setelah itu, ia kembali ke sofa di samping Jane. Kepalanya terasa tidak enak. Jane ingat dengan Tommy, bekas suaminya dahulu. Ia bertanya kepada Marno bagaimana Alaska. Kondisi dan hawa di Alaska. Jane juga berkata bahwa Tommy sekarang ada di Alaska. Marno berdiri, berjalan menuju radio dan memutar knopnya. Diputar-putarnya knop itu beberapa kali hingga menghasilkan suara yang aneh. Potongan-potongan suara itu tak tentu hingga seperti suara orang yang sedang tercekik-cekik. Kemudian dimatikannya radio itu dan ia kembali ke sofa. Mereka kembali membicarakan Tommy. Jane menganggap bahwa Tommy sedang ada di Alaska. Jane tidak ingin Tommy kedinginan karena Alaska sangat dingin. Namun, Marno memberitahu Jane bahwa belum tentu Tommy berada di Alaska sekarang. Marno kembali memasang rokok lalu pergi berdiri di dekat jendela. Langit bersih waktu itu, kecuali di sekitar bulan. Beberapa awan menggerombol di sekitar bulan hingga cahaya bulan jadi muram karenanya.  Ditengokkannya kepalanya ke bawah dan satu belantara pencakar langit tertidur di bawahnya.  Sinar bulan yang lembut itu membuat seakan-akan bangunan-bangunan itu tertidur di bawahnya. Sinar bulan yang lembut itu membuat seakan-akan bangunan-bangunan itu tertidur dalam kedinginan. Rasa senyap dan kosong tiba-tiba merangkak ke dalam tubuhnya. Jane ingat beberapa tahun yang lalu ia pernah dikirimi oleh Tommy boneka Indian dari Oklahoma City yang ternyata ketika Jane bercerita kepada Marno, Marno sudah pernah mendengar cerita Jane.
Lampu-lampu berkelipan di belantara pencakar langit yang kelihatan di jendela. Mengingatkan Marno pada ratusan kunang-kunang yang biasanya suka bertabur di malam hari di sawah embahnya, di desa.
Jane berkata kepada Marno bahwa ia dan Marno belum sempat berjalan-jalan ke Central Park Zoo. Kemudian Jane ingat bahwa ia pernah berjalan-jalan ke sana dengan Tommy. Ternyata cerita ini sudah pernah didengar Marno sebelumnya. Jane merasa bahwa ia sangat membosankan. Lantaran, semua cerita yang diceritakannya kepada Marno sudah pernah Marno dengar.
Jane mengajak Marno duduk di sofa di dekatnya. Namun, nampaknya Marno tak mau. Ia sedang asik melihat ribuan kunang-kunang. Jane penasaran dengan kunang-kunang, Marnopun menjelaskan kepada Jane apa kunang-kunang itu. Marno tetap menghadap ke luar jendela. Menatap ke satu arah. Tiba-tiba Jane bertanya kepada Marno, punyakah ia dengan mainan kekasih. Jane berkata bahwa ia punya mainan kekasih. Ia menamainnya Uncle Tom. Jane menggambarkan bahwa Uncle Tom adalah boneka hitam yang sangat jelek rupanya. Namun, Jane tak akan pernah bisa tidur bila ia tidak bersamanya. Jane berpisah dengan Uncle Tom pada saat di high school pada waktu bertemu dengan Tommy. Jane sangat ingin Uncle Tom berada di sampingnya lagi. Ternyata cerita tentang Uncle Tom sebelumnya belum pernah ia ceritakan kepada Marno. Jane merasa sangat senang sekali. Jane memberikan Marno sebuah piyama dengan ukuran medium – large. Setelah diberikannya piyama itu, Marno berpamitan pulang kepada Jane dan mencium dahi Jane. Menghilanglah Marno dari balik pintu.
*Istriku, Madame Schlitz dan Sang Raksasa*
Hingga saat aku menulis cerita ini, istriku masih belum juga senang tinggal di New York. Dia selalu merasa menjadi kekejaman New York. Menurut fantasinya, New York adalah salah satu pemakan manusia. Raksasa ini entah karena kena penyakit apa, tidak pernah merasa kenyang biarpun sudah memakan ribuan manusia. Aku tahu. Sebenarnya istriku merasa sangat kesepian. Dalam tiga bulan pertama kami tinggal di apartemen kami, dan tidak seorangpun dari tetangga yang kami kenal. Kami tinggal di tingkat lima. Dia mulai kangen kesenian ngobrol sesama tetangga seperti yang biasa dia lakukan di rumah kami, di Kebayoran. Suatu waktu, istriku memintaku mencatatkan semua nama tetangga di tingkat ini. Tanpa banyak berpikir, aku menurutinya. Kami membaca nama-nama itu satu demi satu. Harry E Smith, John D. Anderson, L. Ambrose, D. Duffy, Madame Schlitz. Menurut istriku, nama  Madame Schlitz sangat menarik. Aku dan istriku mencoba menerka-nerka dengan teori kami. Mengapa ada nama madame di depan dan apakah sesungguhnya arti nama Madame Schlitz itu. Entahlah.
Suatu sore, pulang dari kuliah, aku melihat wajah istriku bersinar-sinar. Dia senang. Ternyata istriku sedang kedatangan tamu. Tak lain adalah Madame Schlitz. Ia datang dengan seekor anjing cihuahua. Istriku menyuruh Madame Schlitz masuk di ruang tamu kami. Maklumlah, Madame Schlitz adalah tamu pertama di New York.  Istriku mengobrol banyak dengan Madame Schlitz. Madame Schlitz bercerita ternyata almarhum suaminya dulu adalah orang Austria. Tapi Madame Schlitz adalah orang Amerika tulen. Istriku bertanya lagi kepada Madame Schlitz tentang almarhum suaminya. Istriku menganggap bahwa suami Madame Schlitz seorang baron karena kata Schlitz sangat aristokratis buat telinga istriku. Madame Schlitz menjawab suaminya bukanlah seorang baron seperti yang diduga oleh istriku. Namun, suaminya adalah seorang aristokratis dalam pengertiannya sendiri. Suami Madame Schlitz adalah seorang chef restoran. Masakannya adalah masakan aristocrat. Suami madame sudah meninggal sejak lima tahun yang lalu. Ternyata kedatangan Madame Schlitz ke apartemen kami hanyalah untuk memintaku menjadi pelatih yoga Madame Schlitz. Tentu istriku menjelaskan bahwa aku bukanlah pelatih yoga seperti yang ia pikirkan. Istriku penasaran dengan Madame Schlitz. Lalu ia pergi ke apartemen Madame Schlitz. Tentu saja dengan kedok ingin meminjam gula. Terdengar dari luar Madame Schlitz sedang berbicara dengan seseorang. Istriku bingung. Dengan siapa sebenarnya Madame Schlitz berbicara. Siapakah Erich. Bukankah itu nama suaminya. Suara Erich tidak terdengar. Hanya suara cihuahua yang kedengaran melengking. Setelah istriku masuk ke dalam apartemen Madame Schlitz, ternyata istriku tahu siapa Erich itu sekarang. Rupanya, semua yang dicintai oleh Madame Schlitz bernama Erich. Anjing cihuahua itu diberi nama Erich oleh madame. Dia juga berkata, bahkan jika Madame punya anak laki-laki, akan ia beri nama Erich juga. Dilihatnya jam sudah menunjukkan pukul hamper setengah dua belas siang. Itu tandanya anak kami segera bangun dan minta makan.
Esok harinya, sore-sore pulang dari kerja istriku muram saja wajahnya. Ternyata ia ketahui bahwa Madame Schlitz sudah pindah dari apartemennya. Bukan itu yang dipikirkan istriku, namun cara Madame Schlitz pindah begitu misterius. Tiga hari yang lalu, Senor Ramirez mendapat telepon dari kantor James Felt & Co, kantor yang mengurus gedung tempat apartemen kami tinggal. Telpon itu memberitahu Ramirez bahwa Madame Schlitz tidak akan kembali lagi ke apartemennya. Ramirez melanjutkan bahwa suami dari Madame Schlitz memberinya surat bahwa isinya karena hal yang mendesak memaksa Madame Schlitz harus tiba-tiba pindah dari apartemennya. Tetapi istriku berteriak, bagaimana mungkin suami Madame Schlitz mengirimkan surat. padahal Madame Schlitz bercerita bahwa suaminya meninggal sekitar lima tahun yang lalu. Ramirez melanjutkan Madame Schlitz bisa bercerita apa saja kepada istriku, dia juga bisa melakukan apa saja serta menulis namanya dengan Madame Schlitz. Istriku tentu sangat kecewa mendengar penjelasan dari Ramirez.
Kesimpulannya adalah kami, bahkan istriku tidak akan bisa tahu pasti dimana Madame Schlitz dan apakah Erich suaminya sudah meninggal. Tiba-tiba istriku berkata bahwa sang raksasa telah menelan Madame Schlitz. Dengan serius istriku menatapku. Aku melihat ke luar jendela. Ribuan pencakar langit kelihatan seperti gunduk-gunduk bukit yang hitam, kaku, gerang.
*Sybil*
Sybil adalah seorang anak perempuan berumur lima belas tahun. Ia hanya tinggal di sebuah apartemen bersama ibunya. Jam menunjukkan pukul setengah Sembilan. Ibu Syibil berteriak-teriak minta dibikinkan kopi. Ibu Syibil marah-marah kepadanya lantaran kopi di dapur sudah habis. Beberapa percakapan antara ibu dan anak ini terjadi. Ibu Syibil menuduhnya telah meminum whisky milik ibundanya. Syibil hanya mengaku menjilatnya sedikit. Karena geram melihat tingkah Syibil, ibunya bertanya kenapa ia meminum whisky ibunya. Ternyata Syibil telah diejek oleh Chip Henderson, temannya. Syibil dianggap penakut jika tidak meminumnya. Kembali ibu Syibil marah kepadanya. Cerutunya hilang. Syibil mengaku ternyata cerutu itu dipakainya bersama teman-temannya. Ibu Syibil berhenti memarahinya. Lantaran ia harus cepat-cepat berangkat bekerja. Diberikannya uang satu dollar kepada Syibil untuk jajan dan makan siang. Juga ibu Syibil meminta Syibil agar tidak mengulangi perbuatannya lagi seperti minum whisky dan menghisap cerutu lagi.
Udara di New York sangat panas hingga mencapai 90 derajat F. Syibil kepanasan di dapur. Buru-buru dihabiskannya mata sapid an diteguknya susu dari gelas. Syibil berjalan keluar apartemennya. Nyonya Jhonson melambai-lambaikan tangannya kea rah Syibil. Member isyarat agar Syibil mau mampir ke rumahnya. Nyonya Jhonson meminta bantuan Syibil. Ia mau menitipkan Susan, anaknya sampai nanti sore. Nyonya Jhonson juga berpesan agar Syibil mau mengajak Susan kemanapun Syibil mau. Diberikannya uang satu dollar untuk Syibil dan Susan makan. Tiga dollar untuk Syibil yang menjaga Susan. Syibil memasukkan uangnya ke dalam sakunya. Nyonya Jhonson berpesan agar memulangkan Susan jam tiga sampai jam empat. Keluarlah Susan, anak perempuan berumur enam tahun. Dititipkannya Susan kepada Syibil.
Syibil akan mengajak Susan pergi jauh. Entah kemana. Karena Syibil berkata kepada Susan jikalau hendak pergi jauh, Susan harus mengajak Mr. Todd. Mr. Todd adalah anjing-anjingan milik Susan. Sambil kegirangan, Susan masuk ke dalam kamarnya sambil membawa Mr. Todd. Mereka berdua menaiki bis. Susan meminta dibelikan lolly. Syibil menurutinya dan membelikan Susan lolly. Di tengah perjalanan, Susan melihat supermarket, rumah-rumah, restoran, warung candy, pizza, hamburger, hot dog, dll. Susan merengek meminta dibelikan hamburger. Namun Syibil menolaknya. Tentu saja karena mereka berdua sedang berada di bis. Syibil merayu Susan agar membeli hamburgernya ketika mereka sudah sampai di park dekat pantai. Syibil melanjutkan banyak makanan yang ada di sana. Susanpun menurut.
Bis berhenti di dekat park itu. Susan turun dan masuk ke dalam cafeteria itu. Mereka membeli hamburger dan memakannya di dekat pantai. Susan sangat kegirangan. Mereka berbincang tentang banyak hal. Mulai dari Manhattan, Empire State Building, New York, dll. Sampai suatu pertanyaan melintas di bibir Susan yang menanyakan ayah Syibil. Meski ayah Syibil tidak tinggal bersamanya, namun Syibil menjelaskan kepada Susan bahwa ia punya bapak dan bapaknya bekerja mulai pagi sampai larut malam. Setelah perbincangan itu, tiba-tiba Syibil teringat dengan Harry Robertson yang menghisap cerutu tidur di kamar ibunya. Tiba-tiba perasaan aneh menyelimuti Syibil di dadanya.
Kembali, Susan merengek minta dibelikan hamburger dengan irisan bawang yang besar. Syibil memandang wajah Susan lama-lama sambil tersenyum aneh. Susan minta dibelikan hamburger. Dalam hati Syibil berkata ‘setan kecil’. Syibil mengatakan akan mengajak Susan bermain rampok-rampokan. Syibil menjadi perampoknya sedangkan Susan akan diikat tangan dan kakinya serta matanya akan ditutup dengan sapu tangan. Begitu juga dengan mulutnya. Meski Susan awalnya sempat protes, namun Syibil menjelaskan agar permainan ini terkesan lebih seru dan Syibil bejanji akan memberikan hamburger untuk menolongnya. Jam sudah menunjukkan pukul dua siang dan Susan tidak kuasa lagi untuk bilang ‘help’.
Dengan segelas susu Syibil melihat TV di kamarnya. Jam berdenting tiga kali. Hari mulai terasa panas. Terlihat ibu Syibil pulang bersama Mr. Harry Robertson. Syibil bertanya kepada Mr. Harry apakah ia akan tidur siang di rumahnya lagi. Tak ada jawaban, ibunya menyuruh Syibil untuk menonton The Curse of the Werewolf. Diberikannya uang satu dollar dan pergilah Syibil keluar apartemennya.
Jam berdentang empat kali. Terdengar telepon bordering. Setelah mendengar suara telepon, ibu Syibil berteriak dan matanya membelalak. Seperti melihat hantu menempel di rumah mereka dan seluruh apartemen seakan-akan bergetar karena teriakan Ibu Syibil.
Ibu Syibil telah mengetahui apa yang sebenarnya diperbuat oleh Syibil. Syibil meninggalkan Susan sendirian dengan keadaan diikat tangan dan kakinya serta matanya ditutup dengan sapu tangan. Begitu juga dengan mulutnya. Syibil meninggalkannya sendirian di park itu.
*Secangkir Kopi dan Sepotong Donat*
Secangkir kopi, sepotong donat, New York Times, dan Oklahoma lirih-lirih keluar dari radio. Sebentar kemudian, jam berdenting sepuluh kali dan satu pagi yang sempurna di New York dalam ‘Fluffy Donuts-Coffe House’. Akan tidak beautiful lagi karena jam minta kopi, orang minta kopi, dan orang minta kopi terus. Sesudah itu, hari bukan lagi pagi dan Fluffy Donut bukan lagi satu warung kopi.
Banyak orang mulai berdatangan. Jam sepuluh lebih seperempat. Semua tempat sudah mulai penuh asap mengepul, memenuhi udara, di sana-sini berbentuk lobang-lobang. Uap kopi, wangi donat, cruller dan jelly-cake membelai hidung. Peggy, si pelayan mulai menuang kopi, menjambar donat, menakan mesin hitung, mengangkat telepon, Peggy dimana-mana.
Terlihat seorang pemuda melihat Peggy berambut pirang, dipotong crew-cut, matanya berbintik coklat. Matanya yang satu tidak berkedip. Hidungnya mancung tapi melengkung. Peggy datang menghampiri pemuda itu. Memberikan sepotong jelly-cake dan secangkir kopi. Kemudian Peggy pergi lagi. Si pemuda buru-buru mengambil sehelai serbet dan menuliskan sesuatu diatasnya.
Tiba-tiba seseorang berteriak meminta kopi. Saat Peggy mengantarkan kopi itu, dilihatnya kertas yang diacungkan pemuda itu. Dengan cepat, diambilnya kertas itu dan dibawanya ke mesin hitung. Peggy mencoret sesuatu tapi sebentar saja. Seseorang meminta kopi lagi dan donat macaroon kepada Peggy. Dengan cepat, dijatuhkannya kertas itu dimuka si pemuda. Dengan gemetar, pemuda itu menjawab dan menulis lagi di bawah jawaban Peggy. Begitu dan seterusnya Peggy dan sang pemuda itu menulis dan saling membalas.
Tiba-tiba di tengah tempat yang padat itu, serta dipenuhi orang yang keluar masuk, terdengar suara yang memanggil Peggy dengan “Peggy.. Peggy..merpatiku”. semua yang ada di tempat itu menoleh ke arah orang yang mempunyai suara itu. Peggy yang sebelumnya sedang menuangkan kopi, sontak ia langsung kaget mendengar suara itu. Tak hanya Peggy saja, tetapi semua orang. Ternyata pemilik suara itu adalah Jim. Semua orang yang ada di tempat itu, tampaknya sangat ingin mendengarkan percakapan antara Jim dan Peggy. Termasuk si pemuda itu. Jim meminta Peggy membawakannya air es. Tiba-tiba Jim berpidato bahwa hari ini adalah hari penting. ia bertanya kenapa Amerika makin merosot sebagai negara besar? Karena rakyatnya sudah tidak tahu menjawab kenapa minum kopi disaat jam ngopi. Tidak tahu menjawab kenapa orang Cuma bisa beli hot dog karena orang dikiranya mengunyah hot dog. Orang memamah hamburger karena orang dikanannya memamah hamburger. Kata-kata Jim mulai tidak terarah dan tidak bisa terdengar telinga. Suaranya yang terbatah-batah membuat susah telinga menangkap sebenarnya apa yang ia bicarakan.  Semua orang diam dan memandang Jim. Jim tiba-tiba berkata kepada temannya, Bob, dan Tedd. Mereka dimintai tolong Jim kepada Mc Leod karena tidak enak badan. Teman Jim setuju. Sesaat setelahnya, Jim meninggalkan Fluffy-Donut.
Orang-orang membicarakan Jim. Kenapa dia dan seterusnya. Peggy mengelap meja bekas Jim. Semua keadaan menjadi normal. Fluffy-Donut hidup kembali. Begitupun dengan si pemuda. Pemuda itu kembali menyurati Peggy dan menulis dengan kata yang sama seperti surat pertamanya. Ia menanyakan pada Peggy kenapa ia tidak datang. Tanpa membalas surat pemuda itu, Peggy menghadap ke pemuda itu sambil menjawab surat pemuda itu. Peggy berkata bahwa semalam Bapaknya mabuk dan ibunya dipukuli. Sebelumnya mereka telah sepakat bahwa setelah Peggy menjawab surat pemuda itu, pemuda itu akan meninggalkan Fluffy-Donut. Pemuda itu memandang wajah Peggy sangat lama sebelum akhirnya meninggalkan tempat itu. Pemuda itu menulis beberapa surat lagi yang kebanyakan berisi sorry..sorry.
Fluffy-Donut jadi sepi karena sebagian pelanggannya sudah pada bekerja kembali. Peggy mulai menyingkirkan cangkir-cangkir kopi dan membersihkan meja. Surat dari pemuda itu dibacanya dan dimasukkan ke dalam sakunya. Di belakang mesin hitung Peggy mengeluarkan surat itu sambil menciuminya. Pipinya memerah. Ia tersenyum sendiri membaca surat dari pemuda itu. Kemudian di depan kaca warung itu Peggy mengaca dirinya, membenarkan rambutnya, lalu digambarkannya bentuk jantung yang besar serta terdapat panah yang membatasi antara tengah-tengah jantung yang digambarnya dengan menggunakan lipstik. Dipandanginya lama-lama gambar itu serta secara perlahan ia meninggalkan warung itu dalam keadaan kosong.
*Chief Sitting Bull*
Pagi itu tidak banyak orang yang bertengger di sekitar Caraousel Central Park. Hanya ada beberapa orang anak yang terlihat sedang menaiki kuda-kudaannya. Di bangku-bangku sekitar caraousel, terlihat ibu-ibu sedang mengobrol sembari menunggu anaknya yang tengah bermain.
Dari arah kebun binatang terlihat seorang kakek berlari tergopoh-gopoh. Saat sampai dimuka loket, diberikannya uang lima puluh sen kepada perempuan yang menjual karcis. Kakek yang ternyata bernama Charlie ini menunggang sebuah kuda-kudaan untuk naik lima kali putaran. Perempuan itu berkata bahwa Charlie hari ini sedikit terlambat. Alhasil, perempuan itupun berkata lagi bahwa kuda putih dan kuda hitam yang biasa ditunggangi oleh Charlie sedang dinaiki oleh seorang bocah laki-laki yang ternyata bocah laki-laki itu baru akan selesai ketika enam kali putaran. Kakek itupun memberitahu kepada perempuan bahwa semua ini salah menantunya, Mary. Mary lupa menaruh jatah uang satu dollar kakek dan kakek itu hanya makan sandwich untuk lunch di meja dan dengan terpaksa kakek itu menunggu menantunya datang dari laundromat. Kakekpun memarahi menantunya.
Charlie mendekati anak yang menunggang kuda putih. Kakek menyapa anak itu dengan ‘Howdy Bill’. Dengan terkejut, anak itupun berkata bahwa namanya bukan Bill. Kakek kemudian berkata bahwa bukankah kau Buffalo Bill? Bill Cody?. Si anak tertawa dan ternyata benar ia adalah Bill Cody. Si anak kemudian menanyakan siapakah kakek itu sebenarnya. Kakek menjawab bahwa ia adalah Chief Sitting Bull. Kakek menggunakan segala cara untuk memperdaya anak itu agar tidak menaiki kudanya. Sang kakek berhasil memperdaya si anak dengan cerita-ceritanya. Akhirnya si anak turun dan kakek buru-buru menaiki kudanya sambil tertawa terkekeh-kekeh. Setelah enam kali putaran itu, akhirnya si anak dan kakek keluar. Tampak seorang ibu sedang memanggil si anak tadi yang diketahui bernama Tommy. Tommy ingin ikut dengan si kakek, akan tetapi ibunya melarang lantaran hari sudah menunjukkan jam makan siang.
Di kebun binatang, Charlie duduk di bangku. Di sampingnya nampak seorang nenek  yang sebaya dengan Charlie. Nenek itu bernama Martha. Nenek Martha berkata kepada Charlie bahwa ia sangat lambat hari ini. Burung-burung sudah menunggu Charlie untuk diberi makan. Charlie bercerita kepada Martha tentang apa yang sedaang terjadi pagi tadi akibat menantunya, Mary. Charlie menganggap menantu-menantu itu tidak tahu terima kasih. Sementara itu, terlihat sekelompok burung dara yang menggerombol minta makan. Beberapa burung bertengger di kedua bahu Charlie. Burung-burung itu pada berebut meminta makanan yang ada ditangan Charlie. Seekor dara putih datang bertengger di bahu Charlie dan dengan galaknya memaruh kawan-kawannya yang ada di bahu. Habislah mereka terbang, tinggal seorang dara putih yang ada di bahu Charlie. Mereka berdua yakni Charlie dan Martha memberi nama dara putih itu dengan nama si tamak. Persediaan makanan yang dibawa Charlie lama-kelamaan habis. Burung dara itu mulai beterbangan mencari makanan yang lain. Tinggallah sang kakek-nenek yang duduk manis di bangku sambil membicarakan lunch yang mereka bawa masing-masing. Si kakek membawa sandwich-salad-ikan-tongkol sedangkan sang nenek membawa sandwich-salad-daging-kalkun. Mereka sepakat akan membagi makanan menjadi dua untuk masing-masing karena mereka sudah lama tidak memakan makanan apa yang telah mereka bawa. Mereka bertukar makanan dan membaginya menjadi setengah-setengah. Waktu menunjukkan sudah hampir jam setengah tiga siang. Mereka haerus pulang dan berjanji untuk esok ketemu lagi bersama-sama memberi makan burung dara.
Hawa terasa sangat panas ketika Charlie masuk ke dalam rumah. Mary ada di rumah dan membukakan pintu. Charlie memasuki dapur menemui Mary. Mary memberikan Charlie sebuah semangka dan segelas beer. Mary bertanya dengan Charlie dari mana sajakah ia seharian ini. Charlie menjawab pertanyaan Mary. Setelah itu mereka berdua membicarakan tentang politik. Charlie berbicara tentang Presiden Eisenhower yang akan perang dengan Stalin hari-hari ini. Mary berkata bahwa sesungguhnya Presiden Eisenhower bukanlah lagi presiden dan Stalin sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Kakek itu keras kepala dan mengatakan bahwa Mary sesungguhnya tidak tahu apa-apa. Ia juga mengatakan bahwa Mary hanyalah anak ingusan yang tidak mengerti tentang politik. Charlie melanjutkan bahwa ia setiap hari melihat dunia. Tidak seperti kau (Mary) yang hanya bisa pergi ke laundromat dan supermarket tiap hari. Dengan sabar, Mary mengangguk-anggukan kepala tanda setuju dengan pendapat si kakek. Dia juga meminta maaf dan melanjutkan berbincang tentang politik dengan kakek tua itu. Saat semangka itu sudah habis, Charlie langsung bergegas menuju kamarnya dan tidak lupa ia berpesan agar dibangunkan lima menit sebelum Amos dan Andy tampil di televisi. Pintu kamar ditutup dan satu siang yang panjang telah berlalu buat Charlie.
*There Goes Tatum*
Hujan mulai turun rintik-rintik. Mendung tebal dan kelabu menyeringai menakut-nakuti orang yang sedang berjalan. Karena di New York jarang sekali gerimis rintik-rintik yang berubah menjadi hujan yang lebat. Riverside tampak lengang ditinggalkan. Di Riverside Drive hanya Nampak sekali dua mobil dan bus lewat. Keadaan begitu mulai menggembirakan hatiku. Jarang sekali tercium bau tanah yang mulai dibasahi air hujan kucium di New York. Terlihat tupai melompat dari pohon satu ke pohon yang lain. Tiba-tiba muncullah seorang negro dihadapanku. Karena tiba-tiba dan suaranya itu betul-betul sangat mengagetkanku. Badannya tegap, gagah dan tinggi. Tangannya diulurkan dan sambil tersenyum dia berkata ‘Fifty cents, mitsuh’. Aku tersenyu. Aku sengaja mencoba-coba memancing dia sebelum memberikan uang setengah dollar itu kepadanya. Dengan sedikit perbincangan diantara kami berdua, setidaknya mengulur-ulur waktu untuk memberikan uangku kepadanya. Aku menawarkannya bekerja. Dengan tidak mengemis seperti ini. ia menolaknya. Tiba-tiba dari arah 116 th street terdengar jerit perempuan yang meminta pertolongan. Jantungku berdebar sangat cepat. Saat aku menengok kea rah suara itu, aku melihat seorang negro berlari cepat sekali menjinjing tas perempuan menyebrang di Riverside Drive, masuk park terus turun dengan kecepatan yang luar biasa ke park bawah dan menghilanglah dia dengan sangat cepat.
Tidak seorangpun muncul dan kesepian kembali seperti semula. Ternyata seorang pengemis negro mengenali siapa orang yang merampok itu. Namanya There Goes Tatum. Pengemis negro itu melanjutkan ternyata perampok itu adalah temannya dan tinggalnya berdekatan dengan si pengemis. Si pengemis melanjutkan bahwa ia tinggal di Madison Avenue sedangkan perampok tadi tinggal di Park Avenue. Kemudian kurogoh saku celanaku. Kuberikannya uang kepada pengemis itu. Aku lari tergopoh namun sebuah tangan yang kuat menahanku. Ternyata si pengemis tadi. Ketika aku berkata bahwa aku buru-buru ingin pergi kuliah, pengemis tadi berkata bahwa ia sangat menginginkan jam yang kupakai. Jam buatan Swiss bermerek Titoni. Namun aku berkata bahwa bukankah ada semacam kode bahwa sesama kulit berwarna dilarang merampok. Pengemis itu berkata bahwa ia juga pernah mendengar kode semacam itu. Kemudian aku berkata bahwa bukankah aku kulit berwarna juga. Ia tertawa. Ia berkata bahwa aku bukanlah kulit berwarna. Ia mulai menerka-nerka orang apakah aku. Aku berkata bahwa aku orang Indonesian. Bukan indo-chinese. Ia juga berkata bahwa aku bukanlah orang berwarna seperti ia. Jam Titoni pemberian ayahku ternyata harus berpisah denganku. Rupanya, pengemis tadi bukan hanya seorang pengemis juga. Ia juga ternyata berniat merampokku. Ia membawa pisau dan mencoba-coba ketajaman pisaunya pada janggutnya. Ia menggertakku. Terpaksa setelah kuberikan jam itu aku berlari menghitung-hitung kemungkinan sekuat tenaga berlari kea rah 112 street lalu berlindung ke arah Colonial-House. Ke kamar seorang teman. Setelah Jam Itoniku kuberikan padanya ia tersenyum dan berkata terima kasih. Hujan mulai lebat. Mendung kelabu hitam. Aku tahu, dia tidak hanya menggertak sambal kepadaku. Jikalau tidak kuberikan apa yang ia mau, tak tahulah bagaimana yang akan terjadi denganku. Badanku mulai basah kuyup.

No comments:

Post a Comment